Jumat, 18 Juni 2010

Di dirimu kutanamkan bunga harapan
Kebahagiaan hidupku dan kaupun menyiraminya
Hingga 9 bulan merekah
Hampir saja kupercaya bahwa tak ada lagi sedih tersisa
Dari sang Penguasa untukku

Hingga di hari itu ‘sedih’ datang lagi untukku
Mematikan bunga harapan kebahagiaan
Yang t’lah 9 bulan tertanam
Kulupa bahwa bunga hanya merekah sesaat
Dan kemudian pasti kan mati

Ingin saja segera kumenghadapnya
Memprotesnya ! mengapa tak berikan hidup adil
Untukku ?
Mengapa hanya ada bunga bangkai untukku ?
Sementara lainnya bisa menjadi ceria.

.

Mencoba lepaskan beban
Kutulis sebait lagu tentang kerinduan
Terpendam dibatas jarak yang memisahkan
Jujur ingin aku bertemu

Mencoba lukiskan bayang
Selintas wajah gadis yang kurindukan
Di awan kugoreskan imaji dan bisikkan
Tetap setia padaku

Betapa berarti
Sesaat pertemuan kita
Obati rindu sekian waktu lamanya
Hanya hati
Setia pada cinta dijiwa
Kan membawa ini jadi selamanya

Letih… ku berdiri di bawah terik mentari
Semenjak engkau melangkah menjauh pergi
Hingga rambut ini mulai memutih
Masih… tak kutemui engkau kembali

Letih… hanya saja raga ini b’lumlah mati
Hingga jiwa terus saja meminta tuk menunggumu disini
Sampai engkau hadir…
Sampai larut penantian menjadi bagian dari takdir

aink

.

Aku tak pernah berlari meninggalkanmu !
Melangkah menjauhi pun tak pernah terlintas
Aku masih disini…. Aku masih ada…
Namun sebait pun kini tak sempat lagi kubuat

Setiap hari kuhanya bisa berkata pada hati
Besok mungkin dapat kuluangkan waktu lagi
Tuk menulis tentang hati…
Dalam sebentuk puisi

Nyatanya aku tak pernah sempat
Ragaku s’lalu saja terlebih dahulu penat
Sehingga asa dan rasa tak pernah sempat
Dapatkan waktu yang tepat untuk puisi-puisi baru kubuat

Hingga sekali lagi di pagi ini
Kerinduan pada puisi kembali menjadi
Curahan hatiku dalam sebentuk puisi
Semoga esok aku bisa segera kembali